K.H Khozin waktu masih Mengasuh di Pondok Pesantren Siwalan Panji mempunyai Keistimewaan , Dikisahkan saat K.H ( Syaikhona ) Kholil Bangkalalan madura menunaikan ibadah Haji di Mekkah , Beliau bermimpi bertemu dengan Imam Syafi'i ( Imam Mazhab Arba'in ) , Dalam mimpinya setelah beliau membicarakan banyak hal namun ahirnya Imam Syafi'i menitipkan salam agar disampaikan kepada K.H. Moch. Khozin Siwalan Panji , Waktu menerima Amanat itu K.H (Syaikhona ) Kholil Bangkalan belum mengenal nama K.H. Moch. Khozin tetapi dengan petunjuk yang diberikan beliau bisa menemui K.H. Moch. Khozin dan menyampaikan amanat itu dengan mengadakan khataman kitab Tafsir Jalalain Pada setiap bulan Ramadhon,
Amanat tersebut dijalankan oleh K.H. Moch. Khozin , tahun demi tahun peserta khataman bertambah banyak , dan pada saat itu mode transportasi yang ada adalah Kereta Api yang masih dioperaikan penjajah Hindia belanda , belum ada stasiun kereta api di Buduran tetapi setiap perjalanan kereta api selalu ada aja halangan yang menyebabkan kereta api berhenti dan dapat menurunkan Penumpang yang rata-rata murid K.H. Moch. Khozin yang akan mengaji , sehingga oleh Pemerintah Hindia Belanda dibuatkan Stasiun Kereta Api ( sampai sekarang masih ada ) , Karena yang menyampaikan amanat tadi K.H (Syaikhona ) Kholil Bangkalan adalah Ulama besar di Madura sehingga banyak santri beliau yang ikut khataman tersebut adalah ulam-ulama di jawa
Pada Tahun 1926 , bertepatan dengan lahirnya Organisasi " Nahdlotul Ulama' ( NU) " K.H. Moch. Khozin mendirikan sebuah bangunan yang tidak jauh dari Siwalan panji yaitu di Buduran , yang diperuntukan putra beliau yaitu K.H. Moch Abbas yang saat saat itu baru datang dari tanah Suci Makkah setelah Kurang lebih 10 tahun beliau menetap dan berguru disana, pada mulanya niat mendirikan bangunan hanya sebagai tempat kediaman putranya tersebut , karena di Siwalan Panji sudah banyak generasi dan Keturunan dari Pengasuh Pondok Pesantren Siwalan panji yang lainnya,
namun ternyata kedatangan K.H. Moch Abbas mendapat sambutan baik dari masyarakat sekitar dan dari Santri yang mondok di Pesantren Siwalan panji. sehingga berubah Fungsi dari Kediaman beliau diubah menjadi Pondok Pesantren
Semula pesantren ini akan diasuh oleh K.H. Moch. Khozin tetapi karena banyak keluarga beliau di Siwalan panji yang kurang merestui , maka untuk memangku pesantren ini disuruhlah putra beliau
K.H. Moch Abbas dan sebagai santri pertamanya adalah beberapa santri beliau sendiri di Siwalan panji
K.H. Moch. Khozin Wafat pada tahun 1955 M , Amanat untuk Mengadakan Khataman Tafsir jalalain di setiap Bulan ramadhan dilanjutkan oleh puteranya ( K.H. Moch Abbas ) , yang juga mewarisi sifat ayahandanya dengan kehidupam beliau yang sangat sederhana. ( catatan : Al Faqir yang saat itu masih kecil bisa meraskan kesederhanaan K.H Moch Abbas yang merupakan " Kakek" , beliau dengan rumah yang sangat sederhana dan alas tidur sederhana bermain dengan cucu beliau dan konon (cerita ibu) Beliau karena sederhananya semua uang yang dapat dari pemberian orang disimpan dibawah tikar tempat tidur sampai beliau meninggal baru diketahui jumlah uang dan banyak uang yang sudah tidak berlaku ) , sehingga dengan kesederhanaan itu beliau bisa disebut sebagai seorang " shufi "
Perjuangan K.H. Moch Abbas yang Wafat pada tahun 1978 , dilanjutkan oleh Putra Beliau Yaitu K.H Abdul Mujib Abbas , Sosoknya ibarat pohon yang tak henti memberikan kemanfaatan. Daun keteladanannya yang rindang tempat berteduh masyarakat dari silau dunia, kokoh keistiqamahannya dan rindang kesehajaannya juga menyejukkan hati masyarakat yang panas karena bertambahnya maksiat, buah keilmuannya adalah penyegar bagi kehausan ilmu masyarakat Sidoarjo dan sekitarnya, itulah sedikit gambaran sosok KH. Abdul Mujib Abbas.
K.H Abdul Mujib Abbas lahir pada hari Jumat tanggal 1 Syawal 1352 H. Bertepatan dengan 10 Oktober 1932 M di Buduran, Sidoarjo. Sosok alim yang menjadi lentera ilmu di Sidoarjo. Ketulusan K.H. Moch Abbas (ayah) dalam mendidiknya membentuk karakter Mujib muda gigih berjuang . Pada masa kecil, K.H Abdul Mujib Abbas dibimbing secara intensif oleh kedua orang tuanya, K.H. Moch Abbas dan Nyai Khodijah, baik pengajaran al-Qur’an dan pembelajaran kitab kuning, seperti Sullam at-Taufiq, Sullam Safinah dan beberapa kitab salaf lainnya. Pendalaman dasar dari literatur ulama salaf itulah yang digunakan Kiai Abbas mendidik Kiai Abdul Mujib muda hingga berumur 17 tahun. Diharapkan menjadikan benteng kuat pada diri anaknya untuk menjadi generasi tangguh memegang estafet kepemimpinan Al-Khoziny di masa akan datang.
Dalam usia 18 tahun, tepatnya 1950 K.H Abdul Mujib Abbas nyantri di Darul Ulum Rejoso asuhan Kiai Romli At-Tamimi, Mursyid Thariqah Al-Qadiriyah wan-Naqsyabandiyah Jombang. Setelah satu tahun setengah, beliau pindah ke pesantren Bata-bata Pamekasan yang pada saat itu diasuh oleh Kiai Abdul Majid Hamid. Di Pulau Seribu Satu Langgar ini, Kiai Mujib terkenal dengan ketekunan belajarnya, bahkan ia dipercaya oleh kiainya untuk menggantikan pengajian Jam’u al-Jawami’ atau Ihya’ al-Ulumudin ketika sedang udzur. Kiai Abdul Majid juga memberikan forum khusus kepada Gus Mujib (sapaan akrab K.H Abdul Mujib Abbas waktu muda di Bata-bata) untuk mengajarkan para Gus atau Lora (bindereh-Madura). Ini menunjukkan kualitas ilmu Gus Mujib tidak diragukan lagi.
Pada usia 23 tahun (1955 M) beliau nyantri ke pondok MUS Sarang asuhan Kiai Zubair Dahlan. Kai Mujib juga pernah menjadi lurah pondok (ketua pondok) MUS. Di sana Kiai Mujib sering bangun jam 2 malam, tidak untuk langsung beribadah tapi mengambil air agar Kiai Zubair dan para santri yang lain mudah mengambil wudlu ketika Subuh. Ini tak lain karena jiwa khidmah Kiai Mujib kepada guru dan pecinta ilmu sangat tinggi. Dan karena kondisi daerah Sarang yang berada di pesisir pantai Utara, sulit menemukan air tawar.
Di MUS Sarang inilah K.H Abdul Mujib Abbas menelurkan karya ilmu yang patut dibanggakan. Syarah Jawahir al-Maknun, Syarah Waraqad, Qawaid al-Fiqhiyah adalah tiga kitab karangan beliau yang menjadi pelajaran para santri di berbagai pesantren.
Lima tarekat Al-Khoziny
Sejenak kita terkesima dengan metode thariqah Al-Khoziny yang konon warisan dari sesepuh pesantren. Tentang riyadhoh santri yang kemudian menjadi simbol dan mengakar di Al-Khoziny untuk diorientasikan dalam seluruh keseharian mereka. Namun, dalam buku Biografi Kiai Abdul Mujib Abbas, Teladan Pecinta Ilmu yang Konsisten, Pustaka Idea Juni 2012, dikatakan bahwa, Lima Tarekat itu tidak bisa dilepaskan dari sosok K.H Abdul Mujib Abbas, karena dari sosok beliaulah lima tarikat ini bisa dilihat, ibarat K.H Abdul Mujib Abbas adalah cermin dari lima tarekat ini, di samping beliau sering menyampaikan dalam berbagai forum atau para santri dan alumni betapa pentingnya praktik langsung dari Lima Tarekat ini. yaitu :
Pertama: Belajar atau Mengajar, dalam hal ini beliau sering berkomentar,
كن عالما او متعلما او مستمعا او محبا ولا تكن خامسا غادرا فتهلك
“Jadilah kamu seorang yang alim, orang yang belajar, orang yang
mendengar, orang yang cinta kepada hal tersebut. Janganlah kamu menjadi
orang yang ke lima, yang selalu melanggar, maka –dengan itu- kamu akan
rusak.”Kedua: Salat berjamaah, Kiai Mujib dikenal sangat istiqamah dalam berjamaah di langgar pesantren bersama santri. Bahkan waktu sakit pun beliau tidak meninggalkan salat berjamaah. Di Al-Khoziny juga menjadi kewajiban bagi seluruh santri untuk ikut berjamaah. Saking pentingnya jamaah, menurut cerita yang berkembang di Al-Khoziny, pada masa Kiai Abbas para santri yang melanggar tidak berjamaah akan mendapatkan sangsi batin, yakni sulit menerima ilmu yang disampaikan oleh Kiai Abbas, walaupun santri yang melanggar itu mengikuti pengajian di dekat Kiai Abbas.
Ketiga: membaca al-Qur’an. Kiai Abdul Mujib selalu mengawal santrinya setiap salat subuh untuk mengaji al-Qur’an kepada beliau dengan pembekalan ilmu tajwid . Ini menjadi magnet santri Al-Khoziny untuk mengisi hari-harinya dengan al-Qur’an.
Keempat: salat Witir dan yang kelima adalah: Istiqamah. Amaliah sunah Nabi dan keistiqamahan Kiai Mujib sudah menjadi pemandangan keseharian di pesantren. Sakit berat tidak mengahalangi ketekunan beliau dalam mengajar dan mengaji.
Pesantren sebagai medan jihad
Pesantren adalah medan jihad yang dipilih K.H Abdul Mujib Abbas, bukan mengangkat senjata tapi dengan mencurahkan tenaga dan pikiran sebagai wujud pelestarian agama Allah dengan mendidik para santri dengan literatur salaf. Hingga lahirlah generasi-generasi Al Khoziny yang ikhlas, berakhlakul karimah disertai bekal ilmu agama secara utuh dalam mengawal Islam. Paling tidak, lulusan pesantren dapat memberikan kemanfaatan dan pengajaran yang benar tentang esensi Islam.
“Salah satu keberhasilah K.H Abdul Mujib Abbas memimpin Al-Khoziny adalah menjaga nilai tradisional. Kiai Mujib selalu ajek merawat tradisi pesantren sejak awal hingga akhir kepemimpinannya. Ia terlibat langsung dalam pengajian kitab kuning dan selalu mendorong agar pengajian-pengajian serupa dilaksanakan dalam berbagai forum, baik santri senior ataupun putra-putrinya.” Komentar KH. Maimoen Zubair Pengasuh Pesantren Al Anwar Sarang Rembang Jateng. Di buku Biografi Kiai Abdul Mujib Abbas, Pustaka Idea Juni 2012,
Sejarah Perkembangannya
Pesantren dalam perkembangannya ( 1956 ) semula dengan nama" Ma'hadul Mustarsyidin " dan pada tahun 1978 nama itu ditambahkan dengan kata " Al-Khoziny " yang dalam bahasa indonesia diartikan Lembaga Pesantren Al-Khoziny dengan seperti ciri-ciri pondok pesantren pada umumnya ,
Dalam perkembangannnya dengan tetap memegang ciri khas sebagai pondok salafi , pondok pesantren ini dengan bimbingan K.H Abdul Mujib Abbas berupaya mengklasifikasikan pendidikan santri menjadi pendidikan formal yang berbentuk sekolah ( Madrasah )
Padamulanya berbentuk Diniyah yang seluruh meteri pelajarannya hanya pendidikan agama saja ( Kitab salaf ) namun dengan perkembangan pendidikan di indonesia dan kebutuhan disekitarnya K.H Abdul Mujib Abbas memasukan pendidikan formal tersebut kedalam Pendidikan Pesantren dengan Membangun Pendidikan formal antara lain :
1. 1964 membuat Sekolah Menengah pertama Islam ( SMPI ) yang pada th 1970 dirubah menjadi Madrasah Tsanawiyah Al-khoziny
2. 1970 Membuat Sekolah Menengah Atas Islam ( SMAI ) yang juga dirubah menjadi Madrasah Aliyah Al-khoziny
3. 1971 Membuat Sekolah Persiapan A & Persiapan B yang selanjutnya dirubah menjadi Madrasah Ibtida'iyah Al-Khoziny
4. Th 1982 Mendirikan Sekolah Tinggi Diniyah yang kemudian Pada th 1993 diformalkan menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam ( STAI ) dan Sekolah Tinggi Ilmu
Mangkatnya Sang Pejuang Ilmu
Kecintaan K.H Abdul Mujib Abbas terhadap ilmu memang luar biasa, setelah dirawat karena sakit di rumah sakit Graha Amerta Surabaya, semangat Kiai Mujib terhadap ilmu malah makin kuat, padahal waktu itu beliau menjalani rawat jalan. Dalam kondisi yang lemah, Kiai Mujib tetap menjaga istiqamah membaca kitab walau pengajian dipindah ke ndalem beliau, saking semangatnya beliau sering lupa waktu ketika balah kitab, melebihi batas waktu pada waktu sehat beliau.
Kiai Mujib juga tidak pernah lelah untuk terus belajar. Saat penglihatan menurun, beliau menyuruh santrinya untuk membelikan kitab Shahih Bukhori dengan tulisan jumbo. Beliau juga ketika muthala’ah sering menyuruh santrinya untuk membacakan kitab yang didengarkan beliau. Ketekunan mendalami ilmu membuat kondisi tubuh beliau melemah, Kiai Mujib kembali dirawat di Graha Amerta untuk ke dua kalinya. Setelah 15 hari dirawat, beliau pun kembali ke hadirat Yang Maha Kuasa pada puku 11:45 tanggal 5 Oktober 2010 / 26 Syawal 1431 H. dalam usia 77 tahun 11 bulan 25 hari.
sumber : http://digilib.uinsby.ac.id/1959/4/Bab%203.pdf dan
http://majalahlangitan.com/kh-abdul-mujib-abbas-lentera-ilmu-dari-kota-sidoarjo/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar